Sabtu, 02 Juli 2011

‘’’Cinta dalam Iman’’’


Ketika ombak mengarah ke tepian, aku masih tenggelam dalam kelam
Ketika mentari hadir menerangi bumi, aku masih terlelap dalam gelap
Ketika senja mulai tiba, baru aku menatap cahaya

         Adalah sebuah perjalanan panjang menuju cahaya Ilahi, ketika kita bergelut dalam penat mencari jati diri. Hingga usia remaja beranjak pergi menghantarkan kita pada kedewasaan yang telah lama bersembunyi. Tersingkap perlahan sesuai kehendak hati. Bergerak lambat namun mulai pasti bagi yang mengerti dan mengamini hakikat kealamiahannya.
Dalam awal perjalanan kedewasaan itu, kita telah melewati berjuta warna. Dan warna yang dominan tentunya warna yang telah kita pastikan sebagai warna pilihan. Bagi yang telah mengenal dakwah, tentunya warna dari situlah yang mempengaruhi pakaian kehidupannya. Menapaki jalan iman dengan menumbuhkan berjuta kerinduan yang tak terobati. Mencapai tingkat tertinggi “cinta Illahi“. Dan musafir fakir sepertiku tetap berharap pakaian yang sama.
          Menyempurnakan separuh agama yang telah lama dibina adalah panggilan jiwa yang semakin lama semakin kuatlah perasaan itu. Terdampar pada rasa takut akan terperosok pada rutinitas konvensional, semakin membuat bangkit semangat segera mengakhiri masa kesendirian. Buah kekhawatiran, buah pemikiran, buah keimanan, maka dimulailah.
Bagiku, sosok solehah adalah harga mati yang tak bisa ditawar-tawar lagi. Bukan karena kesolehanku yang membuat aku terpaku pada kriteria itu, justru karena kedhoifanku, kefakiranku. Bukankah sosok suami akan diwajibkan menjaga diri dan keluarganya dari siksa api neraka. Berarti betapa berat beban seorang laki-laki yang memutuskan tuk menjadi suami, menjadi imam dalam keluarga.
 
Lelaki yang baik adalah untuk perempuan yang baik pula dan begitu sebaliknya. Mudah memang menebak siapa yang kan bersanding dengan kita. Maka alangkah wajar jika pada masa penantian menunggu bulatnya keputusan, kita berusaha memperbaiki diri. Tapi alangkah hinanya kita jika perbaikan hanya didasarkan pada itu. Tetapkan bahwa ikhtiar perbaikan adalah semata-mata kewajiban setiap hamba untuk menggapai ridho-Nya. Hingga mampulah kita untuk melabuhkan.