Selasa, 12 April 2011

Mkalah Ilmu Jiwa Agama Pada Remaja

KATA PENGANTAR


Segala puji dan syukur ke hadirat Allah Rabbul ‘Alamin, karena dengan izinnya kami dapat menyelesaikan tugas kelompok berupa makalah yang telah diamanahkan kepada kami.
Salawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad saw. yang telah membawa kedamaian dan rahmat untuk semesta alam, Nabi yang sepantasnya kita jadikan tauladan dari setiap sisi kehidupannya bilamana kita ingin merasakan nikmatnya hidup di dunia dan di akhirat.
Dalam makalah ini kami tuliskan sesuai dengan hasil tinjauan pustaka yang kami laksanakan berdasarkan referensi yang relevan dengan judul serta tema tugas yang telah diamanahkan kepada kami.


Makassar, 12 April 2011

Kelompok IV

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Usia remaja adalah masa dimana segala sesuatu dengan mudah dibentuk dan akan sangat menentukan bagaimana selanjutnya di masa yang akan datang. Hal itulah yang mendasari betapa pentingnya penelaahan dan penelitian dilakukan sehingga kita tidak akan melakukan kesalahan-kesalahan fatal dalam membentuk karakter anak dan remaja yang tentunya akan menjadi penerus kita menjadi khalifah di muka bumi ini kelak. Menjadi khalifah atau pemimpin itu adalah sebuah tanggung jawab besar yang akan dimintai pertanggungjawabannya kelak, sehingga kita perlu membekali dengan segala persiapan sedini mungkin terhadap anak dan remaja yang notabenenya akan menjadi penerus kita kelak.
Dapat dikatakan bahwa sikap atau kepribadian seseorang ditentukan oleh pendidikan, pengalaman, dan latihan-latihan yang dilalui pada masa kanak-kanak. Seseorang yang pada masa kecilnya mendapatkan pendidikan, pengalaman dan latihan-latihan terhadap hal-hal yang religius, santun dan ringan tangan (suka membantu) terhadap sesama, empatik terhadap kesusahan dan segala masalah persoalan sosial di lingkungan sekitarnya, maka setelah dewasa nanti akan merasakan pentingnya nilai-nilai agama didalam hidupnya (religius) dan kepribadian (private).
Pendidikan agama haruslah ditanam sejak dini. Karena pendidikan agama sangat penting untuk tumbuh kembang jiwa anak maupun remaja. Dengan agama yang berlandaskan aqidah dan akhlaq dapat mengarahkan perilaku anak maupun remaja ke perilaku yang baik. Dengan pendidikan agama tentunya diharapkan adanya implikasi dari rasa agama anak dan remaja yang baik juga.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka kami akan mengambil permasalahan “Perkembangan Ilmu Jiwa Agama pada Remaja”. Masalahnya dapat dirumuskan sebagai berikut:


1. Apa pengertian dari remaja?
2. Bagaimana perasaan beragama pada remaja?
3. Bagaimana motivasi beragama pada remaja?
4. Bagaimana sikap beragama pada remaja?
5. Apa saja faktor-faktor keberagamaan pada remaja?

II. PEMBAHASAN
A. Pengertian Remaja
Remaja adalah masa peralihan, yang ditempuh oleh seseorang dari kanak-kanak menuju dewasa. Atau dapat dikatakan bahwa masa remaja adalah perpanjangan masa kanak-kanak sebelum mencapai masa dewasa. Anak-anak jelas kedudukannya, yaitu yang belum dapat hidup sendiri, belum matang dari segala segi, tubuh masih kecil, organ-organ belum dapat menjalankan fungsinya secara sempurna, kecerdassan, emosi dan hubungan social belum selesai pertumbuhannya. Hidupnya masih bergantung pada orang dewasa, belum dapat diberi tanggng jawab atas segala hal. Dan mereka menerima kedudukan seperti itu.
Karena itulah maka ahli-ahli jiwa tidak mempunyai kata sepakat tentang betapa panjangnya masa remaja tersebut, maka mereka hanya sepakat dalam penentuan permulaan masa remaja, yaitu dengan dimulainya kegoncangan, yang ditandai dengan datangnya Haid (menstruasi) pertama bagi wanita, dan Mimpi pada pria. Kejadian yang menentukan ini tidak sama antara satu anak dengan anak yang lainnya, ada yang dimulai pada umur 12 tahun, tapi ada pula yang baru berumur 11 tahun. Tapi secara rata-rata terjadi pada umur 13 tahun sebagai permulaan masa remaja (Adolesen) sedangkan akhir masa remaja itu, bermacam-macam. Ada yang mengatakan berumur 15 tahun, ada pula yang mengatakan berumur 18 tahun, bahkan dalam bidang kemantapan beragama umur itu oleh ahli jiwa diperpanjang lagi sampai 24 atau 25 tahun. Batas-batas umur yang bermacam-macam itu baik yang berumur 15, 18, 21, maupun 25 tahun adalah wajar dan cocok bagi masing-masing masyarakat, sesuai dengan nilai dan ukurannya sendiri.
Kendatipun bermacam-macam umur yang ditentukan sebagai batas yang menentukan masa remaja, namun pada umumnya para ahli mengambil patokan ± antara 13-21 tahun adalah umur remaja. Sedang yang khususnya mengenai perkembangan jiwa agama dapat diperpanjangn menjadi ± 13-24 tahun.
Masa remaja, adalah masa penuh kegoncangan jiwa, berada dalam masa peralihan atau di atas jembatan goyang, yang menghubungkan masa kanak-kanak yang penuh keberuntungan, dengan masa dewasa yang matang dan berdiri sendiri.
Kendatipun masa remaja itu tidak ada batas umur yang tegas, yang dapat ditujukan, namun dapat kita kira-kirakan dan perhitungkan sesuai dengan masyarakat lingkungan remaja itu sendiri. Kendatipun besar ataupun kecil kegoncangan yang dialami oleh remaja-remaja dari berbagai tingkat masyarakat, namun dapat dipastikan bahwa kegoncangan remaja itu ada terjadi. Dalam kondisi jiwa yang demikian, agama mempunyai peranan penting dalam kehidupan remaja. Memang, kadang-kadang kita melihat keyakinan remaja terombang ambing, tidak tetap, bahkan kadang-kadang berubah, sesuai dengan perubahan perasaan yang dilaluinya. Suatu hal yang tidak bisa disangkal, adalah bahwa remaja-remaja itu secara potensial telah beragama.
Dalam peta psikologi remaja terdapat tiga bagian:
1. Fase Pueral
Bisa juga disebut Fase Pra Pubertas, masa di mana terjadi peralihan dari kanak-kanak ke remaja. Pada anak perempuan, masa ini lebih singkat dibandingkan dengan anak laki-laki. Anak perempuan terlihat lebih cepat dewasa dalam menanggapi perubahannya. Bahkan tak jarang, anak perempuan menganggap anak laki-laki seusianya masih bersikap seperti anak-anak.
Pada masa ini, terjadi perubahan yang besar pada remaja, yaitu meningkatnya hormon seksualitas dan mulai berkembangnya organ-organ seksual serta organ-organ reproduksi remaja. Secara fisik, anak perempuan berkembang dengan lebih cepat. Mereka mengalami menstruasi, pembesaran payudara, tumbuhnya jerawat, serta pelebaran yang formal, dan cenderung bergabung dengan teman-teman pilihannya. Pada masa ini remaja tidak mau dikatakan anak-anak, tetapi juga tidak bersedia dikatakan dewasa. Pada fase pertama ini merasa tidak tenang.


2. Fase Negative
Fase kedua ini hanya berlangsung beberapa bulan saja, yang ditandai oleh sikap ragu- ragu, murung, suka melamun dan sebagainya.
3. Fase Pubertas
Pubertas adalah masa ketika seorang anak mengalami perubahan fisik, psikis, dan pematangan fungsi seksual. Masa pubertas dalam kehidupan kita biasanya dimulai saat berumur delapan hingga sepuluh tahun dan berakhir lebih kurang di usia 15 hingga 16 tahun. Pada masa ini memang pertumbuhan dan perkembangan berlangsung dengan cepat. Pada wanita pubertas ditandai dengan menstruasi pertama (menarche), sedangkan pada laki-laki ditandai dengan mimpi basah. Kini, dikenal adanya pubertas dini pada remaja. Masa ini yang dinamakan dengan Masa Adolesen.
B. Perasaan Beragama Pada Remaja
Gambaran remaja tentang Tuhan dengan sifat-sifatNya merupakan bagian dari gambarannya terhadap alam dan lingkungannya serta dipengaruhi oleh perasaan dan sifat dari remaja itu sendiri. Keyakinan agama pada remaja merupakan interaksi antara dia dengan lingkungannya. Misalnya, kepercayaan remaja akan kekuasaan Tuhan menyebabkannya pelimpahan tanggung jawab atas segala persoalan kepada Tuhan, termasuk persoalan masyarakat yang tidak menyenangkan, seperti kekacauan, ketidak adilan, penderitaan, kezaliman, persengketaan, penyelewengan dan sebagainya yang terdapat dalam masyarakat akan menyebabkan mereka kecewa pada Tuhan, bahkan kekecewaan tersebut dapat menyebabkan memungkiri kekuasaan Tuhan sama sekali.
Perasaan remaja kepada Tuhan bukanlah tetap dan stabil, akan tetapi adalah perasaan yang yang tergantung pada perubahan-perubahan emosi yang sangat cepat, terutama pada masa remaja pertama. Kebutuhan akan Allah misalnya, kadang-kadang tidak terasa jika jiwa mereka dalam keadaan aman, tentram dan tenang. Sebaliknya, Allah sangat dibutuhkan apabila mereka dalam keadaan gelisah, karena menghadapi musibah atau bahaya yang mengancam ketika ia takut gagal atau merasa berdosa.
C. Motivasi Beragama Pada Remaja
Menurut Nico Syukur Dister Ofm, motifasi beragama dibagi menjadi empat motivasi, yaitu:
1. Motivasi yang didorong oleh rasa keinginan untuk mengatasi frustasi yang ada dalam kehidupan, baik frustasi karena kesukaran dalam menyesuaikan diri dengan alam, frustasi social, frustasi moral maupun frustasi karena kematian.
2. Motivasi beragama karena didorong oleh keinginan untuk menjaga kesusilaan dan tata tertib masyarakat.
3. Motivasi beragama karena didorong oleh keinginan untuk memuaskan rasa ingin tahu manusia atau intelek ingin tahu manusia.
4. Motivasi beragama karena ingin menjadikan agama sebagai sarana untuk mengatasi ketakutan.
D. Sikap Remaja Dalam Beragama
Terdapat empat sikap remaja dalam beragama, yaitu:
1. Percaya Ikut- Ikutan
Percaya ikut- ikutan ini biasanya dihasilkan oleh didikan agama secara sederhana yang didapat dari keluarga dan lingkungannya. Namun demikian ini biasanya hanya terjadi pada masa remaja awal (usia 13-16 tahun). Setelah itu biasanya berkembang kepada cara yang lebih kritis dan sadar sesuai dengan perkembangan psikisnya.
2. Percaya Dengan Kesadaran
Semangat keagamaan dimulai dengan melihat kembali tentang masalah-masalah keagamaan yang mereka miliki sejak kecil. Mereka ingin menjalankan agama sebagai suatu lapangan yang baru untuk membuktikan pribadinya, karena ia tidak mau lagi beragama secara ikut- ikutan saja. Biasanya semangat agama tersebut terjadi pada usia 17 tahun atau 18 tahun. Semangat agama tersebut mempunyai dua bentuk:

a. Dalam bentuk positif
Semangat agama yang positif, yaitu berusaha melihat agama dengan pandangan kritis, tidak mau lagi menerima hal- hal yang tidak masuk akal. Mereka ingin memurnikan dan membebaskan agama dari bid’ah dan khurafat, dari kekakuan dan kekolotan.
b. Dalam bentuk negatif
Semangat keagamaan dalam bentuk kedua ini akan menjadi bentuk kegiatan yang berbentuk khurafi, yaitu kecenderungan remaja untuk mengambil pengaruh dari luar kedalam masalah- masalah keagamaan, seperti bid’ah, khurafat dan kepercayaan- kepercayaan lainnya.
3. Percaya, Tetapi Agak Ragu- Ragu
Keraguan dan kepercayaan remaja terhadap agamanya dapat dibagi menjadi dua:
a) Keraguan disebabkan kegoncangan jiwa dan terjadinya proses perubahan dalam pribadinya. Hal ini merupakan kewajaran.
b) Keraguan disebabkan adanya kontradiksi atas kenyataan yang dilihatnya dengan apa yang diyakininya, atau dengan pengetahuan yang dimiliki.
4. Tidak Percaya Atau Cenderung Ateis
Perkembangan ke arah tidak percaya pada Tuhan sebenarnya mempunyai akar atau sumber dari masa kecil. Apabila seorang anak merasa tertekan oleh kekuasaan atau kezaliman orang tua, maka ia telah memendam sesuatu tantangan terhadap kekuasaan orang tua, selanjutnya terhadap kekuasaan apa pun, termasuk kekuasaan Tuhan.
E. Faktor- Faktor Keberagamaan
Jika kita ingin meneliti dan mempelajari perkembangan perasaan agama pada remaja, kiranya kita tidak dapat mengabaikan faktor-faktor terpenting dalam pertumbuhan remaja itu, antara lain:


1. Pertumbuhan Mental Remaja
Ide-ide agama, dasar-dasar keyakinan dan pokok-pokok ajaran agama, pada dasarnya diterima oleh seseorang pada masa kecilnya, ide-ide dan pokok ajaran-ajaran agama yang diterimanya pada waktu kecil itu akan berkembang dan bertambah subur, apabila anak atau remaja dalam menganut kepercayaan itu tidak mendapat kritikan-krtitikan dalam hal agama itu. Dan apa yang bertumbuh dari kecil itulah yang menjadi keyakinan yang dipegangnya melalui pengalaman-pengalaman yang dialaminya atau dirasakannya.
Kapan seorang anak mampu mengerti hal-hal yang Abstrak itu?
Alfred Binet, seorang psikologis Perancis yang hidup pada tahun 1857-1911, yang terkenal dalam usahanya untuk menentukan kecerdasan anak-anak dengan tesnya yang terkenal dengan “test binnet/simon”. Yang buat pertama kali diperkenalkan Intelligence Quotient (IQ) pada tahun 1905. Binnet berpendapat, bahwa kemampuan untuk mengerti masalah-masalah yang abstrak, tidak sempurna perkembangannya sebelum mencapai usia 12 tahun. Dan kemampuan untuk mengambil kesimpulan yang abstrak dari fakta-fakta yang ada, baru tampak pada umur 14 tahun. Itulah sebabnya maka pada umur 14 tahun itu, anak telah dapat menolak saran-saran yang tiak dimengertinya dan mereka sudah dapat mengkritik pendapat-pendapat tertentu yang berlawanan dengan kesimpulan yang diambilnya.
Remaja-remaja yang mendapat didikan agama dengan cara tidak memberi kesempatan untuk berpikir logis dan mengkritik pendapat-pendapat yang tidak masuk akal, disertai pula oleh kehidupan lingkungan dan orang tua, yang juga menganut agama yang sama, maka kebimbangan pada masa remaja itu sangat kurang. Remaja-remaja akan merasa gelisah dan kurang aman apabila agama atau keyakinannya berlainan dengan yang dianut oleh orang tuanya. Keyakinan orang tua dan keteguhannya dalam menjalankan ibadah, serta memelihara nilai-nilai agama alam hidupnya sehari-hari menolong remaja dari kebimbangan agama.
Setelah perkembangan mental remaja sampai kepada mampu menerima atau menolak ide-ide atau pengertian-pengertian yang abstrak, maka pandangannya terhadap alam dengan segala isi dan peristiwanya berubah, dari mau menerima tanpa pengertian, menjadi menerima dengan penganalisaan.
Perkembangan mental remaja ke arah berpikir logis (falsafi) itu, juga mempengaruhi pandangannya dan keyakinannya kepada Tuhan. Karena mereka tidak dapat melupakan Tuhan dari segala peristiwa yang terjadi di alam ini.
Kepercayaan remaja akan hari kiamat, hari pembalasan, di mana setiap orang akan menerima ganjaran atau siksaan sesuai dengan perbuatannya di dunia, akan menyebabkan ragu pula akan keadilan Tuhan, apabila ia melihat adanya (banyak) orang yang terpaksa dalam perbuatannya. Sebagai contoh seorang Gadis yang berumur 18 tahun sebagi berikut: “kalaupun saya akan dihukum oleh tuhan karena durhaka kepada orang tua, apa boleh buat; tapi saya akan protes kepada-Nya, karena saya durhaka bukan karena keinginan saya, tapi karena perlakuan merekalah yang menyebabkan saya durhaka, mereka kejam, kasar dan sering menyakiti saya.”
Gadis yang merasa sakit hati dan tidak senang hati atas perlakuan orang tuanya yang tidak bijaksana, merasa tidak adillah Tuhan, apabila kedurhakaannya kepda orang tuanya itu akan menyebabkannya dihukum di akhirat nanti.
2. Masalah Mati dan Kekekalan
Pada masa remaja telah dapat dipahami bahwa mati itu adalah suatu yang tidak dapat dihindari oleh setiap orang, bahkan mati itu adalah fenomena alamiah yang harus terjadi. Pemikiran remaja tentang hal ini adalah terdorong oleh kepentingan emosi yang dirasakannya dan yang terjadi disekitar lingkungannya yang menimpa seluruh makluk hidup. Kendatipun pemikiran tentang mati itu telah meningkat, namun mereka tidak menghilangkan kegelisahan, yang mengambil bentuk sebagai berikut:


a. Takut berpisah dengan keluarga
b. Takut dirinya akan mati, karena
1) Berpisah dengan orang tua yang disayanginya dan khawatir akan meninggalnya mereka.
2) Rasa dosa, takut bertemu dengan Allah seolah-olah takut mati itu sebanarnya adalah takut akan hukuman akhirat.
3) Takut mati karena ambisinya. Memang pada masa remaja, ambisi itu adalah suatu ciri khasnya. Remaja lebih banyak khayalan dan cita-cita, serta takut tidak akan tercapai cita-cita itu.
Keyakinan itu akan mengurangkan kecemasan terhadap mati, kepada yang berhubungan itu, yaitu neraka dengan apinya, dan surga dengan kenikmatannya, jika kegelisahan itu bertambah, maka hidup ini tidak akan dirasakan berarti lagi. Maka takut akan neraka dan harap akan masuk surga dalam ajaran agama.
Setelah mati diakui dan diterima oleh remaja, maka ada diantaranya yang ingin mati, mungkin ini disebabkan adanya gambaran tentang negative takut mati (Reaction formation) psikoanalisa. Atau karena ingin lari dari kesukaran hidup yang dialaminya. Bahkan ada orang yang seolah-olah menghadang mati, sebenarnya ia ingin kekal dalam bentuk apapun.
3. Emosi dan Pengaruhnya Terhadap Kepercayaan agama
Sesungguhnya emosi memegang peranan penting dalam sikap dan tindak agama. Tidak ada satu sikap atau tindak agama seseorang yang dapat dipahami, tanpa mengindahkan emosinya. Karena itu, dalam meneliti atau mempelajari perkembangan ilmu jiwa agama pada seseorang, perlu diperhatikan seluruh fungsi-fungsi jiwanya sebagai kebulatan.
Masa remaja adalah masa bergejolaknya bermacam perasaan yang kadang-kadang bertentangan satu sama lain. Diantara sebab-sebab atau sumber-sumber kegoncangan emosi pada remaja, adalah konflik atas pertentangan yang terjadi pada remaja dalam kehidupan.
Diantara konflik yang membingungkan dan menggelisahkan remaja ialah, jika mereka merasa atau mengetahui adanya pertentangan ajaran agama dan ilmu pengetahuan, maka remaja akan gelisah dan mungkin akan menggoncangkan keyakinannya yang telah tertanam itu. Diantara konflik atau pertentangan yang terjadi dalam remaja ialah adanya dorongan-dorongan sex. Menurut Kinsey, seorang psikolog asal Amerika berpendapat bahwa dorongan sex itu telah menyebabkan ± 90% dari remaja Amerika melakukan perbuatan onani. Di Negara-negara yang agamanya kuat, berbuat onani itu, sering kali menyebabkan para remaja menjadi gelisah, kegelisahan ini yang membuat gelombang-gelombang keyakinan terhadap mereka, kadang menjadi rajin shalat, ata berdo’a kepada Allah. Tapi kadang ia menjadi putus asa dan menjadi acuh kepada agama. Apabila kita tahu bahwa masa remaja adalah masa yang tidak stabil emosinya di mana perasaan sering tidak tentram, maka keyakinanpun akan kelihatan maju mundur (ambivalen) dan pandangannya terhadap Tuhan akan berubah-ubah sesuai dengan kondisi emosinya. Dalam hal ini kita dapat mengetahui bagaimana pendapat remaja tentang:
a. Sifa-sifat Tuhan
Apabila seorang menyebutkan nama sifat-sifat Tuhan, hal ini tidak timbul dari keyakinannya yang telah tetap, akan timbul dari sikap emosi dan keadaan jiwanya pada waktu itu.
b. Perasaan Agama yang kembar (ambivalen)
Keyakinan akan sifat Tuhan yang banyak itu berubah-ubah sesuai dengan kondisi emosinya, dan ia mengalami keyakinan yang maju mundur. Kadang terasa sekali olehnya keyakinan kepada Tuhan, terasa dekat, seolah-olah dia berdialog langsung kepada Tuhan. Tapi terkadang ia merasa jauh, tidak dapat memusatkan pikiran waktu berdo’a atau shalat. Kondisi keimanan yang kembar (maju-mundur) itu adalah satu ciri khas remaja, yang sedang mengalami kegoncangan emosi.
4. Perkembangan Moral dan Hubungannya dengan Agama
Agama mempunyai peranan penting dalam pengendalian moral seseorang. Tapi harus diingat bahwa pengertian tentang agama, tidak otomatis sama dengan bermoral. Betapa banyak orang yang mengerti agama, tapi moralnya merosot. Dan tidak sedikit pula orang yang tidak mengerti agama sama sekali, tapi moralnya cukup baik.
Oleh sebab itu, seorang peneliti ilmu jiwa agama harus mempelajari pula dinamika dan perkembangan moral, supaya dapat memahami bagaimana peranan agama dalam moral, dan agama itu dapat menjadi pengendali moral. kita akan melihat betapa erat hubungan agama dengan ibadah-ibadah dan moral. Untuk lebih jelas, dapat kita lihat sangkut paut keyakinan beragama dengan moral remaja terutama dalam masalah-masalah berikut:
a. Tuhan sebagai Penolong Moral
Tuhan bagi seorang remaja adalah keharusan moral, pada masa remaja itu, Tuhan lebih menonjol sebagai penolong moral, daripada sandaran emosi. Andaikata kadang-kadang pikiran pada masa remaja itu berontak dan ingin mengingkari ujud Allah, atau ragu-ragu kepadanya, namun tetap ada suatu hal yang menghubungkan dengan Allah yaitu kebutuhannya untuk mengendalikan moral.
b. Pengertian Surga dan Neraka.
Kebanyakan remaja memikirkan alam lain, bukanlah untuk tempat senang-senang atau tempat siksaan jasmani, akan tetapi sebagai lambang bagi pikiran pembalasan atau lambang kebahagiaan yang ingin dicapainya dan terlepas dari kegoncangan remaja yang tidak menyenangkan itu.
c. Pengertian tentang Malaikat dan Setan.
Mereka sadar betapa erat hubungan setan dengan malaikat itu dengan dirinya, mereka menyadari adanya hubungan yang erat antara setan dengan dorongan jahat yang ada dalam dirinya, dan hubungan dengan malaikat dengan moral dan keindahannya yang ideal, demikian pula hubungan surga dengan ketentraman batin dan kekuasaan yang baik, juga antara neraka dengan ketenangan batin dan hukuman-hukuman atas dosa.
5. Kedudukan Remaja dalam Masyarakat dan pengaruhnya Terhadap keyakinannya.
Sikap atau perlakuan Masyarakat yang kurang memberikan kedudukan yang jelas bagi remaja itu, sering kali mempertajam rasa konflik yang sebenarnya telah ada pada remaja, mereka mengharapkan bimbingan dan kepercayaan orang dewasa, terutama keluarganya, tapi di lain pihak mereka ingin bebas, terlepas dari kekuasaan dan kritikan-kritikan orang dewasa, mereka akan mencari orang-orang lain yang dapat mereka jadikan teladan atau pahlawan (hero), sebagai pengganti orang tua atau orang-orang yang biasa menasihati mereka. Seandainya yang menjadi hero tersebut baik, maka pengaruhnya juga baik tapi kalau ia tidak baik, maka pengaruhnya juga kurang baik.
Kecenderungan seorang remaja untuk ikut aktif dalam kegiatan agama sebenarnya ada dan dapat dipupuk, asal lembaga keagamaan tersebut dapat mengikut sertakan remaja dan memberi kedudukan yang pasti kepada mereka. Kebijaksanaan pemimpin agama yang dapat menyadari bahwa remaja mempunyai dorongan dan kebutuhan social yang perlu dipenuhi, akan dapat menggerakan remaja itu ikut aktif dalam agama.
6. Sikap Remaja Terhadap Agama
a. Percaya turut-turutan.
b. Percaya dengan kesadaran yang timbul dari semangat positif dan semangat khurafi (unsure-unsur luar yang tercampur dengan agama).
c. Kebimbangan Beragama.
d. Tidak percaya tuhan.
Robert H. Thouless mengemukakan empat faktor keberagamaan yang dimasukkan dalam kelompok utama, yaitu:
a. Pengaruh- pengaruh sosial
b. Berbagai pengalaman
c. Kebutuhan
d. Proses pemikiran
Faktor sosial mencakup semua pengaruh sosial dalam perkembangan sikap keberagamaan, yaitu: pendidikan orang tua, tradisi- tradisi sosial dan tekanan- tekanan lingkungan sosial untuk menyesuaikan diri dengan berbagai pendapat dan sikap yang disepakati oleh lingkungan.
Faktor lain yang dianggap sebagai sumber keyakinan agama adalah kebutuhan- kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi secara sempurna, sehingga mengakibatkan terasa adanya kebutuhan akan kepuasan agama. Kebutuhan- kebutuhan tersebut dapat dikelompokkan dalam empat bagian, antara lain kebutuhan akan keselamatan, kebutuhan akan cinta, kebutuhan untuk memperoleh harga diri dan kebutuhan yang timbul karena adanya kematian.
Faktor terakhir adalah pemikiran yang agaknya relevan untuk masa remaja, karena disadari bahwa masa remaja mulai kritis dalam menyikapi soal- soal keagamaan, terutama bagi mereka yang mempunyai keyakinan secara sadar dan bersikap terbuka. Mereka akan mengkritik guru agama mereka yang tidak rasional dalam menjelaskan ajaran- ajaran agama islam, khususnya bagi remaja yang selalu ingin tahu dengan pertanyaan- pertanyaan kritisnya. Meski demikian, sikap kritis remaja juga tidak menafikkan faktor- faktor lainnya, seperti faktor berbagai pengalaman.

III. PENUTUP
Kesimpulan
1. Remaja adalah masa peralihan, yang ditempuh oleh seseorang dari kanak-kanak menuju dewasa. Atau dapat dikatakan bahwa masa remaja adalah perpanjangan masa kanak-kanak sebelum mencapai masa dewasa.
2. Perasaan remaja kepada Tuhan bukanlah tetap dan stabil, akan tetapi adalah perasaan yang yang tergantung pada perubahan-perubahan emosi yang sangat cepat, terutama pada masa remaja pertama.
3. Motifasi beragama dibagi menjadi empat motivasi, yaitu:
a. Motivasi yang didorong oleh rasa keinginan untuk mengatasi frustasi yang ada dalam kehidupan, baik frustasi karena kesukaran dalam menyesuaikan diri dengan alam, frustasi social, frustasi moral maupun frustasi karena kematian.
b. Motivasi beragama karena didorong oleh keinginan untuk menjaga kesusilaan dan tata tertib masyarakat.
c. Motivasi beragama karena didorong oleh keinginan untuk memuaskan rasa ingin tahu manusia atau intelek ingin tahu manusia.
d. Motivasi beragama karena ingin menjadikan agama sebagai sarana untuk mengatasi ketakutan.
4. Terdapat empat sikap remaja dalam beragama, yaitu:
a. Percaya Ikut- Ikutan
b. Percaya Dengan Kesadaran
1) Dalam bentuk positif
2) Dalam bentuk negatif
c. Percaya, Tetapi Agak Ragu- Ragu
1) Keraguan disebabkan kegoncangan jiwa dan terjadinya proses perubahan dalam pribadinya. Hal ini merupakan kewajaran.
2) Keraguan disebabkan adanya kontradiksi atas kenyataan yang dilihatnya dengan apa yang diyakininya, atau dengan pengetahuan yang dimiliki.
d. Tidak Percaya Atau Cenderung Ateis
5. Faktor-faktor keberagamaan:
a. Pertumbuhan Mental Remaja
b. Masalah Mati dan Kekekalan
1) Takut berpisah dengan keluarga
2) Takut dirinya akan mati, karena
c. Emosi dan Pengaruhnya Terhadap Kepercayaan agama
d. Perkembangan Moral dan Hubungannya dengan Agama
e. Kedudukan Remaja dalam Masyarakat dan pengaruhnya Terhadap keyakinannya.
f. Sikap Remaja Terhadap Agama
g. Faktor terakhir adalah pemikiran yang agaknya relevan untuk masa remaja.

Tugas Kelompok
Ilmu Jiwa Agama

PERKEMBANGAN ILMU JIWA AGAMA
PADA REMAJA







Disusun oleh Kelompok IV
Munawwar Abd. Hamid
Muhammad
Musakkir
Tuti Wasiat
Wahyudi



JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2010
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Remaja
B. Perasaan Beragama Pada Remaja
C. Motivasi Beragama Pada Remaja
D. Sikap Remaja Dalam Beragama
E. Faktor-faktor Keberagamaan
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR PUSTAKA
Drs. H. Aziz Ahyadi , Psikologi Agama, Mertiana Bandung
Jalaluddin Rakhmat , Psikologi Agama sebuah pengatar, Mizan 2004
Drs. Psy H.A. Aziz Ahyadi , Psikologi Agama, pnerbit Martiana Bandung,
Dr. Nico Syukur Dister, Psikologi Agama, penerbit Kanisius, hal 9
Prof Dr. H. Ramayulis, Psikologi Agama , Kalam Mulia 2004
Aliah B. Purwakanta Hasan, Psikologi Perkembangan Islami, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar